(Exclusive Network) - Buntok — Di Desa Talekoi, Kecamatan Dusun Utara, Barito Selatan, kisruh lahan antara warga dan perusahaan tambang PT Dahlia Biru kembali mencuat ke permukaan. Minggu, 16 November 2025, dua agenda penting berlangsung bersamaan: verifikasi lahan milik ahli waris almarhumah Yustina Juana/Eren dan pengecekan area yang diklaim Fiktoriadi Cs—dua titik konflik yang saling beririsan dengan kepentingan perusahaan.
Verifikasi Lahan, Janji Pembayaran, dan Bayang–Bayang Sengketa: Kisah Berliku PT Dahlia Biru di Talekoi. Di tengah tumpang tindih klaim, perusahaan tambang menjanjikan “netralitas” sementara warga menuduh ada ingkar kesepakatan.
Di lapangan, proses pengukuran tanah berlangsung dalam pengawalan ketat polisi, TNI, pemerintah desa, dan masyarakat. Di atas kertas, momen ini seharusnya menjadi babak akhir penyelesaian. Namun dari rangkaian kesaksian para pihak, penyelesaian justru terasa semakin menjauh.
Lahan Eren: Sudah Diverifikasi, Tapi Dokumen Dianggap “Fotokopi”
Melisa Apriliyani, ahli waris Yustina Juana, menyebut verifikasi dilakukan berdasarkan kesepakatan ganti rugi tanam tumbuh pada 10 November 2025 di Jakarta. Mereka mengklaim lahan sudah diserahkan kepada perusahaan dan diterima secara resmi oleh Rahman, General Manager PT Dahlia Biru, tertuang dalam berita acara.
Namun, Direktur PT Dahlia Biru, Muhammad Ali, menyebut proses belum tuntas, dokumen yang ia terima hanya salinan.
“SKT yang sudah dibayari mana? Yang asli belum ada, hanya kopiannya," keluh Muhammad Ali.
Melisa menjawab tudingan itu dengan nada tak kalah tegas: dokumen asli justru baru diminta pasca pertemuan, dan kini siap diserahkan menunggu jadwal perusahaan di Jakarta.
“Kami sudah menyiapkan SKT asli dan titik koordinat global sesuai permintaan," tegasnya.
Foto : Dipimpin oleh Kapolsek Dusun Utara, IPDA Edisono, proses verifikasi lahan milik Fiktoriadi Cs di Desa Talekoi, Kecamatan Dusun Utara, Barsel, Minggu (16/11/2025) berlangsung alot.Fiktoriadi Cs: Janji Lama, Dalih Baru
Tak jauh dari lokasi verifikasi lahan Eren, sengketa lain memanas: klaim antara Fiktoriadi Cs dan Lionedi atas lahan yang sama-sama diincar PT Dahlia Biru. Perusahaan bersikap defensif, menolak membayar sebelum sengketa antar-warga tuntas.
“Kami berdiri di tengah. Jangan sampai setelah dibayar muncul lagi pihak lain mengaku tanah itu," akui Muhammad Ali.
Namun Fiktoriadi menilai pernyataan itu berlawanan dengan kesepakatan mediasi di Polres Barsel pada 15 Oktober 2025, saat perusahaan disebut telah mengakui klaim mereka dan sepakat membayar menggunakan skema tanam tumbuh sesuai SK Bupati Barsel No. 73 Tahun 2014.
“Ini bertentangan dengan kesepakatan. Waktu itu perusahaan sendiri mengakui dan sepakat membayar," tukas Fiktoriadi atau yang akrab disapa Apik.
Lebih lanjut, ia menuding perusahaan sengaja mengulur waktu dan mencari celah menghindari kewajiban.
Ia bahkan menyebut pihak perusahaan sempat mengadukan warga ke Polres dengan tuduhan menghalangi tambang saat mereka memasang batas lahan. Padahal, dia mengklaim bahwa lahan mereka sudah digarap tanpa kompensasi oleh perusahaan tambang batu bara tersebut.
“Tanam tumbuh kami dirusak, hak kami dirampas, tapi malah kami yang dilapor.”
Ironi di Lapangan: Bukti Tanam Tumbuh vs Klaim Lisan
Saat verifikasi bersama dilakukan 16 November 2025, Lionedi tetap bersikukuh mengklaim lahan yang ditempati Fiktoriadi Cs adalah milik almarhum ayahnya, Atoh. Sebaliknya, pihak Fiktoriadi mengaku membawa bukti fisik, tanaman produktif, dan saksi persambitan.
“Kami punya bukti tanam tumbuh dan saksi. Dia hanya mengaku lewat mulut tanpa bukti. Tapi anehnya, itu yang perusahaan akui," beber Apik menerangkan.
Foto : Berdasarkan hasil verifikasi lapangan, ditemukan fakta, bahwa keterangan Fiktoriadi Cs maupun ahli waris Yustina Juana/Eren (Alm) benar, di atas lahan yang telah digarap oleh PT. Dahlia Biru untuk jalan hauling batu bara di wilayah Desa Talekoi, Kecamatan Dusun Utara, Barsel memang ada bekas tanam tumbuh yang digusur.Hingga berita diturunkan, Lionedi belum memberikan tanggapan.
Pihak ahli waris Yustina/Eren :
• Status & Kesepakatan : Diakui belum dibayar, nilai ganti rugi berdasar SK Bupati 73/2014, jatuh tempo 10 Nov 2025.
• Titik Masalah : Perusahaan mengaku belum menerima dokumen asli.
Pihak Fiktoriadi Cs :
• Status & Kesepakatan : Dibayar setelah sengketa dengan Lionedi selesai, verifikasi ulang tanam tumbuh.
• Titik Masalah : Perbedaan dasar hukum pembayaran & dugaan ingkar kesepakatan.
Sementara itu, perusahaan tercatat pernah membayar dua pihak lain—Miak dan Sinderman—pada 16 Oktober 2025, memberi kesan selektif dalam penyelesaian.
Jalan Panjang Menuju Akhir
Di ruang publik, PT Dahlia Biru memosisikan diri sebagai pihak yang hati–hati dan netral. Namun di mata warga, sikap itu mudah terbaca sebagai bentuk tarik–ulur kepentingan bisnis, apalagi di wilayah yang lahan, sejarah persambitan, dan bukti fisik sering berbenturan dengan klaim administratif.
Konflik Talekoi bukan soal siapa benar dan siapa mengaku. Ia menyisakan pertanyaan klasik pertambangan di daerah:
Jika tanah sudah digarap, tanaman ditebang, dan mediasi dilalui, mengapa ganti rugi tetap jauh dari kenyataan?
Selama perusahaan dan warga masih berselisih pada dasar hukum, bukan angka pembayaran, penyelesaian tampaknya masih jauh dari kata final.



